Tak Cukup di Bumi Membersamaimu


Tak Cukup di Bumi Membersamaimu

from:pinterest

Hidupku terbatas
Cintaku tak habis di persimpangan jalan
Izinkan aku menemanimu 
Hingga bawah bumi tempat istirahatmu
Aku dan cintaku ingin menyertai
Hingga membersamaimu tak cukup hanya di bumi
Dan sajak kecil ini antara aku, kamu, dan cinta abadi
(Fara, 2020)
   
Malam ini aku terbangun bukan karena alarm hp. Tapi karena di mimpi barusan, aku bertemu dengan almarhum Kakek yang telah lama pergi dari dunia. Ini bukan kisah horor memang. Dalam mimpiku Kakek juga nggak berbentuk pocong yang sering jadi icon film horor Indonesia. Tapi mimpi malam ini, sukses membuat rasa bersalah muncul dalam hatiku: selama ini sebagai seorang cucu, sungguh lalainya aku meyelipkan do’a untuk Ayah dari Ibuku itu.

Sedikit cerita, Kakek adalah orang yang punya senyum teduh bagi siapa saja yang menyaksikan senyum itu. Aku memanggilnya dengan panggilan ‘Akung’. Ketika dulu waktu kecil teman-temanku bercerita bahwa ia memanggil Kakeknya dengan sebutan Mbah Kung atau Kakung, aku juga nggak tahu kenapa huruf ‘K’ dari panggilan Kakung menghilang di panggilanku pada Akung. Dulu pergi ke rumah Akung adalah momen yang paling kami, sebagai cucu-cucu Akung tunggu. Karena itu berarti Akung akan duduk di kursi rotan yang terletak di belakang pintu rumah yang langsung menghadap halaman belakang dengan pemandangan aliran sungai, hamparan sawah yang dibelah oleh rel kereta api, dan jajaran pohon kelapa sejauh mata memandang. Lantas sambil tersenyum membawa kami ke pangukuannya dan berbaik hati mengisahkan cerita atau hanya sekedar membiarkan mata cucunya menatap kekuasaan Tuhan yang ada didepan mata.

Akung orang yang rajin sholat malam, rajin ibadah, rajin berdzikir. Dulu waktu kecil itulah yang aku ingat dari sosok Akung. Dari tiga anak Ibuku, hanya aku yang sempat bertemu sosoknya. Ketika kabar duka itu datang, aku masih ingat wajah sendu Ibuku yang menangis, Ayahku yang buru-buru pulang dari tempat kerjanya, dan malam itu kami langsung pergi ke Jember untuk menemui Akung yang sudah tidak bernyawa. Sementara aku? Tentu saja aku terlalu kecil untuk memahami arti perpisahan. Sedih melihat orang-orang menangis. Tapi beberapa waktu kemudian justru senang ketika sadar ini adalah momen pas aku bisa bolos sekolah dan reuni dengan sepupu-sepupuku yang lain. Aku masih ingat di malam setelah kepergiannya, kami cucu-cucunya , malah bertengkar dengan anak tetangga diantara hiruk-pikuk ramainya orang nyelawat. Malah pake acara ngancem mereka kalau berani macam-macam bakalan didatangi Akung dengan bentuk pocong biar tahu rasa. Duh ga banget imajinasinya.

Dan yaa malam ini Akung datang ke mimpi. Setelah sekian lama kepergiannya sudah tidak terasa lagi sedihnya di hati. Dan selain mengingatkan aku yang lalai mendo’akannya selama ini, ada sesuatu lagi yang menyadarkan aku tentang kenyataan yang lain. Besok lusa, jika pada masanya akulah yang merasakan kehilangan kedua orang tua, Allah ... kuatkah aku menatap hidupku yang tidak akan pernah sama ketika kepergian mereka? Lantas teringat juga betapa masih buruknya patuhku, buruknya diriku, buruknya syukurku akan nikmat masih adanya kedua orang tuaku.

Nanti, ketika pada masanya orang tuaku dipanggil, apa yang bisa aku berikan untuk mereka? Apa yang aku bisa sertai di alam kami yang tak lagi sama?

Apakah jika aku pintar, semua piagam penghargaan akan membuat orang tuaku bahagia di alam kuburnya?

Apakah jika aku kaya, hartaku dan kompleks pemakaman mewah membuatnya terlepas dari pertanyaan malaikat?

Apakah jika aku cantik, aku rupawan, aku terkenal, mampu membuat mereka bersinar di alam kuburnya?

Bukankah maut memutus semua amalan manusia saat meninggal kecuali tiga hal, dan salah satunya adalah do’a anak sholih yang mendo’akan kedua orang tuanya? Dan sebagai seorang anak, tak ada pilihan lain untuk tidak memantaskan diri menjadi sholeh/sholihah karena itulah jalan alternatif yang bisa kita tempuh untuk membersamai orang tua kita saat mereka pergi dari dunia. Tidak mudah memang. Tapi sebuah akses yang mampu menghubungkan kita ketika mereka tiada, kenapa tidak berusaha?

Benar memang. Maut adalah misteri yang paling menakutkan. Ketika kita tak pernah bisa membocorkan berita tentang kapan datangnya dan bagaimana kondisi ketika menghadapinya. Dan besok lusa, ketika hal itu terjadi pada orang tua kita atau pada masanya kita pergi dan meninggalkan anak keturunan, adakah lintasan do'a yang mampu kita hadirkan untuk orang tua kita? Atau apakah anak keturunan kita akan senantiasa menyelipkan do'a untuk kita? Sebab bersama di bumi terlalu sebentar. Dan tentu saja rasa cinta kita pada mereka tak akan cukup dihabiskan di bumi saja.  

Dan melalui tulisan ini, aku ingin minta do’a pada kedua orang tuaku. Kumohon pintakan kepada Allah bukan hanya tentang bahagiaku, bukan hanya tentang suksesku, bukan hanya tentang rezekiku. Pintakan juga pada Allah supaya aku bisa menjadi anak sholihah untukmu. Hingga tak cukup bumi sebagai tempatku membersamaimu. Pintakan pada Allah supaya di dunia aku menjadi penyejuk matamu dan di kubur doa’ku menjadi lentera untukmu.

Terakhir, do’a kusampaikan untuk Akung yang sudah tinggal di alam berbeda. Semoga Allah dengan rahmat-Nya mengampuni semua dosa, menjauhkan dari siksa, menerangi kubur dengan cahaya yang mendamaikan, dan mempertemukan aku dan Akung kembali di surga-Nya yang abadi. Suatu hari nanti. Dan aku akan bercerita tentang kisah kasih dunia setelah kepergiannya dari bumi.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. At-Tur: 21)


Khartoum sudah lewat tengah malam. Terima kasih kipas angin yang sudah menemani menulis ini ketika lampu kamar justru memilih memadamkan diri. Dan tulisan ini untuk aku pribadi, seorang manusia yang baktinya masih compang-camping. Adalah kekuasaan Allah jika tulisan ini turut menyentuhmu kemudian kita bersama-sama memperbaiki diri. Walaupun lazimnya yang manusia sering lupakan adalah nasehat tentang mati. Semoga Allah selalu memberi hidayah dan taufiq hingga kita bisa bertahan di bumi-Nya diatas jalan yang baik.

Khartoum lagi gulita.
27 Mei 2020


Komentar

Postingan Populer