45 Tahun Cinta
13 Oktober 2020
ini genap 45 tahun keberadaan bidadari yang sudah menemani hidupku. Mengisi dongeng-dongeng
sebelum tidur di masa kecilku, membawa aku di boncengannya di pergi dan
pulangku menuntut ilmu, mengantarku ke tempat-tempat yang tak pernah kutemui seumur
hidup, memberiku tempat teraman supaya aku tetap bisa bernafas di dunia yang
kadang tidak ramah untukku, dan tak terhitung berapa banyak do’a yang
terlantunkan ke angkasa, menjadi teman kasat mata yang menemani langkahku
hingga kini di belahan benua yang berbeda.
45 tahunmu. 45
tahun cinta.
Segala puji bagi
Rabb yang menetapkan namamu lahir di bumi-Nya 45 tahun silam. Dan segala puji bagi-Nya
yang mengguratkan aku lahir dari rahimmu ke dunia. Sungguh takdir yang begitu
indah. 45 tahunmu yang sebagiannya adalah waktu yang kau korbankan untuk membesarkan
anak-anakmu. Menguatkan kami di kehidupan hingga kami bisa memandangnya dengan
sudut pandang yang begitu teduh. Mengingatkan kami kalau besok lusa kami akan
berpulang. Menemui Pencipta dengan pertemuan yang harus diusahakan sebaik yang
kita mampu.
Awalnya begitu
mudah setuju bahwa menjadi Ibu Rumah Tangga sepertimu dengan tugas membesarkan
anak-anaknya adalah hal yang menyelisihi hak asasi perempuan di masaku. Mereka menyebutnya,
itu adalah penindasan. Kita juga perlu tampil, menjadi hebat, seperti pria. Begitu
kiranya. Sungguh aku tidak keberatan jika para perempuan itu ingin hebat. Tapi aku
keberatan jika paham mereka memaksa perempuan untuk menganggap tabu pekerjaan
Ibu Rumah Tangga dengan tugas mendidik anak-anak. Tidakkah mereka pernah menyelami
luka anak-anak yang kehilangan sosok Ibu dalam hidupnya? Sosok yang memberi
nasehat kepada mereka tentang Tuhannya, tentang hidupnya, tentang sekitarnya. Lantas
jika itu hilang, maka siapa lagi yang akan menjadi rumah anak-anak untuk tahu
bagaimana indahnya ‘pulang’?
Dan aku menyadarinya ketika melihat perjuangan seorang Ibu yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Dan aku mempelajarinya bahwa betapa mengagumkannya posisinya dalam agama. Tak bisa rasanya ditukar hanya dengan ukuran gaji bulanan. Jika berbakti padanya saja surga. Maka gaji sebesar apa yang bisa menandinginya?
45 tahun. Dan tahun-tahun
mendatang in sya Allah.
Semoga tetap bisa membersamai cerita-cerita hidup kami, Ma. Menatap Baitullah bersama. Melihat sisi lain dari dunia dan kebesaran-Nya yang terlimpah. Menimang hingga anak dari anak-anak kami kelak.
45 tahun. Dan tahun-tahun mendatang in sya Allah.
Semoga Allah memberi
umur yang panjang. Yang setiap bertambahnya bertambah pula ketaatan dan
berkurangnya dosa-dosa. Umur yang memberi manfaat untuk sekitar. Kejauhan dari
segala kelemahan, kepikunan, penyakit raga ataupun jiwa. Semoga Allah tetap
mengadakan sosok Mama di dunia untuk menemani kami, anak-anaknya, menghadapi
ini bersama-sama. Menghadapi dunia. Menyiapkan akhirat. Hingga nanti bisa
bersama-sama istirahat di surga-Nya.
Sebagaimana rasa
cinta tak semuanya bisa diaksarakan. Sisanya menguap bersama lantunan do’a-do’a
tanpa suara.
45 tahun cinta.
Semoga kebaikan selalu terlimpah tak hanya hari ini, kemarin, tapi juga untuk
besok, besok lusa, besoknya lagi, hingga selamanya.
Salam sayang dariku. Yang cintanya padamu tak semuanya mampu aksara dan untaiannya bercerita tentang itu.
Khartoum,
13 Oktober 2020
Komentar
Posting Komentar