Judulnya; Absurd
"Setidaknya walaupun nggak nyambung. Curhat. Menulis secara jujur disini selalu lebih baik."
Memulainya dari mana? Hal yang
selalu aku tanya ketika memutuskan untuk menulis disini. Banyak sekali hal yang
ada di kepalaku. Sebagaimana lazimnya otak manusia lain, mungkin bagiku juga,
pikiranku adalah tempat paling sibuk sedunia. Yang selalu ada saja yang dipikirkan.
Dan mungkin tulisan ini akan
menjadi absurd. Sangat. Karena aku pun tak pernah tahu apa yang akan ditulis disini.
Sama sekali tidak tahu. Yang aku tahu aku menulis apa yang aku mau. Sesederhana
itu.
Memulainya darimana. Mengakhirinya bagaimana.
Ya ampun aku masih bingung. Tapi bisakah tulisan kali ini dibuat dengan hati
yang benar-benar relung. Yang begitu tulus.
Akhir-akhir ini musim ujian dan
rutinitas pemandangan mataku adalah mudzakiroh dan jam tidur malam. Sungguh. Rasanya
seperti ingin berhenti saja. Bodo amat dengan banyak hal. Aku hanya ingin meninggalkan
hal berulang ini yang bikin bosan setengah mati setengah hidup. Ga kuat lagi. Tapi,
ketika aku mengacak-acak file dokumen laptop dan menemukan foto kedua
orangtuaku disitu, aku justru merasa berdosa sekali, andai aku sungguh-sungguh
melakukan kebodo amatan ini.
“Nak ... Papa berdoa sama Allah. Minta
keikhlasan soalnya anak Papa mau menuntut ilmu agama-Nya.” Aku masih ingat
sekali, papaku mengatakannya sambil terisak, walau hanya dipanggilan telepon. Beberapa
waktu sebelum aku berangkat ke negeri ini.
Dan dengan menautkan nama Tuhan,
kala itu aku izin dengan tulus, meminta ridho mereka berdua. Dilepas dengan
mamaku yang aku tahu hembusan hidupnya selalu dipenuhi doa untuk anaknya. Dan juga
papa yang tak lebih tak kurang demikian.
Untuk itu, aku yang berkali-kali
ingin menyerah. Selalu memutuskan berusaha untuk kembali, mencoba, berusaha
lagi. Dan dibekali oleh pesan dari mama, “Jangan melakukan sesuatu Nak. Kecuali
dengan niat untuk mencari wajah Allah ...” Ma
andai semua manusia tahu betapa susahnya.
Dan ... beberapa kejadian kehidupan
entah kenapa membuat aku merasakan kegamangan. Seolah aku dilempar ke sebuah
dadu enam sisi yang tak pernah bisa memberi jawaban pasti. Aku berada dalam
pusaran kehidupan, dimana aku, tulus menjalaninya. Tapi aku seolah kehilangan
apa sebenarnya hakikat dari semua ini? Apa yang sebenarnya aku cari? Apa yang
sebenarnya aku tuju?
Tiba-tiba aku rindu, pada seseorang
yang sama, bernama aku, tapi yang begitu berbeda dari aku yang berada dalam
format ini. Aku yang begitu mudah memandang kebaikan. Menjernihkan apa itu kebenaran.
Dekat sekali dengan banyak hal yang melelahkan, namun, aku punya satu
kerinduan, yang membuat aku mau menjalaninya ...
Aku rindu pulang. Bertemu Tuhan
dengan keadaan ridho lagi diridhoi-Nya.
Beberapa fase kehidupan berkelabat.
Ketika gadis bernama aku itu kejar-kejaran dengan ustazah, bersembunyi dibalik
mimbar masjid supaya tidak setor hafalan. Atau disaat mulut berbusa mengucap
hadits rasul-Nya, menghafalkannya, mengulangnya. Bahkan aku ingin kembali jatuh
cinta dengan ilmu, duduk di majlisnya. Aku sungguh tidak menyalahkan pilihan
hidup atau jalan yang Tuhan berikan. Aku justru sedang menyalahkanku, kenapa
bisa, aku seolah begitu jauh dari cinta itu.
Tiba-tiba saja aku butuh waktu
untuk berpikir. Seperti apa sebenarnya masa depan yang ingin aku tuju. Apakah aku
sudah berada di jalur yang seharusnya untuk menjemput itu?
Benar, bisa jadi ini semua bisa
terjadi karena aku sedang tidak teguh memegang apa yang sebenarnya ingin aku
tuju.
Tujuan akan mengantarkan kita untuk
bertemu atau berpisah dengan orang lain. Tujuan akan mengantarkan kita untuk bertemu
dengan orang-orang yang sama-sama mau berjuang walaupun harus meninggalkan zona
nyamannya sendiri. Kita bisa menumbuhkan cinta untuk orang-orang yang tidak
kita cinta namun punya jalur perjuangan yang sama. Tapi kita tidak akan bisa
berjuang diatas dasar cinta dengan orang yang perjuangannya saja memiliki
bentuk yang berbeda.
Banyak sekali hal yang terjadi di
dunia ini. dan juga masih tentang masa depan. Satu hal yang jujur sering aku
takutkan juga. Menjadi pikiran-pikiran yang
mengganggu adalah soal, bagaimana nanti anak-keturunan kita menghadapi
dunia yang begitu absurd ini? Manusia yang selalu mementingkan egonya, berdalih
dimana lagi ia harus mencari kebahagiaan, tak pernah selesai dengan zona
nyaman, dengan ilmu yang tak pernah sempurna sinkronisasinya dengan amalan.
Itu tidak menyinggung. Itu telunjuk
mengarah padaku.
Beberapa fenomena tentang anak
akhir-akhir ini menarik minatku. Jauh mengalahkan isu feminisme yang begitu
saja digoreng terus-menerus. Kasihan. Mahkluk tanpa dosa itu harus tumbuh dari
orangtua yang dulu masa mudanya ttak pernah selesai dengan dirinya. Broken home,
pelecehan seksual oleh keluarga dekat, kecanduan pornografi, narkoba, terlibat
tawuran bebas, diaborsi karena hubungan terlarang.
Ditambah dengan isu orangtua yang
tak pernah dibekali pengetahuan bagaimana cara memahami mereka. Pengasuhan dengan
luka. Atau sebaliknya, manusia yang kita asuh yang menciptakannya. Maka dalam
beberapa majlis ilmu, secara sengaja aku selalu membuka topik ini. Setidaknya
hal ini bisa menjadi booster bahwa
pilihan kita hari ini, pada jangka waktu yang bergulir, akan berdampak pada
kehidupan manusia lain.
Untuk itu rencana masa depan itu hufft harus benar-benar ada. Walaupun realisasi
memang kendali Tuhan. Setidaknya kebaikan yang dipersiapkan akan mentrigger kita
sejak dini untuk berusaha mendewasa. Sedikit sedikit.
Tuh kan. Kubilang apa, tulisan ini
absurd. Bagaimana bisa dari ujian bisa membahas soal pengasuhan? Tapi ... blog ini selalu istimewa, karena setiap
aku selesai menulis disini, tulisan yang jujur, aku selalu merasa lebihh baik. Setidaknya
kepalaku tidak terlalu sibuk. Dan aku bisa tidurr wkw.
Komentar
Posting Komentar