TERBANG DIPELUKANNYA
"Masih inget nggak?" Ayah bertanya sambil menoleh kepadaku dan melempar senyum.
Aku diam saja. Mempersilahkan beliau yang menceritakannya.
"Dulu suatu hari ... Ada seorang gadis kecil yang datang ke bandara Sidoarjo. Ibunya bilang akan mengajaknya lihat pesawat di bandara itu." Ayah memulai kisah itu. Mengajakku melipat ruang dan waktu.
Aku tersenyum. Aku ingat kejadian itu. Seorang gadis kecil yang senang sekali mendapat kabar dari Ibunya kalau besok dia akan pergi ke bandara 'untuk lihat pesawat'. Di bayangannya ini akan seperti tur kelas ke museum angkatan udara seperti yang diadakan di sekolah. Dia sudah memantau pesawat yang lewat beberapa hari ini diatas rumah. Hanya untuk membayangkan seperti apa rasanya melihat pesawat di bandara.
Gadis itu berlari menyusuri lorong-lorong bandara Juanda yang luas. Hingga dirinya tertarik menuju ke gerombolan orang yang berkerumun sambil membawa kertas-kertas nama. Itu adalah tempat penjemputan. Yang memisahkan dengan pintu kedatangan penumpang pesawat. Tempat orang-orang menyambut sanak kerabat yang datang.
Tubuhnya menyusup diantara barisan orang-orang dewasa hingga ia bisa sampai ke dinding kaca transparan dan melihat orang-orang hilir mudik yang mengantri mengambil tas dari mesin yang berjalan. Kesibukan yang menyala dari ruang kedatangan.
Waah. Dia benar-benar tidak pernah melihat mesin demikian. Pemandangan orang-orang yang hilir-mudik sambil membawa koper warna-warna juga menyita perhatiannya. Hingga saking penasarannya ditempelkannya wajah dan dua telapak tangannya di dinding kaca. Tidak peduli dinding kaca itu jadi berembun terkena nafasnya.
Tok tok tok.
Seorang pria asing didalam sana mengetuk dinding kaca yang ditempelinya.
"Haloo ..." Gadis itu tidak bisa mendengar suaranya. Namun gerakan mulut pria itu membentuk kata itu. Laki-laki itu tersenyum manis sambil melambaikan tangan.
Gadis kecil itu kaget bukan kepalang. Dijauhkan wajahnya yang sedari tadi menempel. Siapa dia? Kenapa dia menyapanya? Gadis itu memandang laki-laki didalam sana yang tadi menyapanya. Raut mukanya ....
"Bu ... Ibu!!" Kakinya berlari menuju Ibunya. Ibunya tersenyum manis menyambutnya yang sedari tadi asyik berkeliling.
Dengan nafas yang tidak beraturan gadis kecil itu memutuskan bicara, "Bu .. Bu ... Tadi Bu ... Tadi disitu ... Ada cowok mirip Ayah Bu. Iya Bu!!! Disituu!!" Heboh jarinya menunjuk dinding kaca itu. Matanya mencari dimana perginya sosok laki-laki yang tadi menyapanya itu.
"Itu?" Ibunya tersenyum menunjuk laki-laki yang berjalan mendekat.
Laki-laki itu menyebut namanya. Sempurna sudah ingatannya kembali tentang sosoknya yang termakan waktu karena terpisah jarak.
"Ayahhh ...." Gadis itu berlari memeluk Ayahnya. Perasaan setengah tidak percaya ketika acara lihat-lihat pesawat ini justru mengantarnya pada pertemuan dengan sosok yang dia rindukan.
"Dan gadis kecil itu lompat. Benar-benar melompat. Seperti kodok. Terbang ke pelukan ayahnya." Ayah menutup ceritanya sambil tertawa. Seolah ia sedang berada di suasana bertahun silam.
Aku ikut tertawa. Membayangkan dulu menjadi gadis kecil yang hampir melupakan wajah Ayah ketika tugas menuntutnya jauh dari keluarga diwaktu yang tidak sebentar.
Aku menatap wajahnya yang semakin menua. Namun dari matanya selalu ada kekuatan untuk berjuang. Namun dari hatinya terpancar kekuatan yang menguatkan.
Dari do'a yang tidak bisa terlantun dalam suara, semoga dimanapun sosoknya, pelukan dalam do'a ini mampu meneduhkannya, menguatkan dimanapun raganya kini berada, menjadi penuntun yang selalu mendekatkannya pada Tuhan sesulit apapun ujian datang.
Sebab tak ada yang bisa mencinta lebih indah dari cinta Allah pada hamba-Nya. Sebab tak ada pelukan yang lebih indah selain pelukan dimana didalamnya rahmat dan lindungan-Nya meliputinya.
Komentar
Posting Komentar