Hari yang Seberisik Jalan Raya

 

pixels.com
pixels.com

Lama tidak menghidupkan blog ini. Hmm ... terakhir kapan ya? Aku juga tidak ingat pasti. Alasan yang sederhana aku kembali menulisnya malam ini. Aku ingin pergi sebentar dari dunia yang mendorongku untuk menulis apa-apa yang kadang tidak aku sukai. Kau tahu? Salah satu hal yang paling menyesakkan adalah ketika ‘kau bosan dengan apa yang seharusnya kau sukai’.

Aku suka menulis. Sejak dahulu sudah begitu. Namun akhir-akhir ini kesukaan itu berubah menjadi seabrek tugas yang menuntutku untuk menulis apa yang telah ditetapkan orang-orang. Dengan 5W plus 1H yang terinci, perhatian yang lebih akan ejaan yang salah, kapital, dan topik-topik yang jarang sekali memberi ruang rasa untuk diuntai dalam kata ataupun diksi.

Untuk itu malam ini. seperti biasa. Blog ini selalu bisa menjadi rumah bagiku. Rumah yang mengingatkanku akan masa-masa ketika aku mampu menulis sebebas apa yang aku mau. Tempat yang membuat aku bisa percaya diri menulis, walaupun kadang tidak ada yang tertarik membaca tulisanku sama sekali. Tapi dia adalah tempat ketika aku bisa menyampaikan apapun tanpa harus peduli siapa yang akan menilai tulisanku. Tapi ia adalah tempat yang mau menampung tulisan ‘seorang Faradilla’ yang kala itu dunia enggan rasanya melirik.

Malam ini. Diantara hidupku yang seberisik jalan raya kota. Diantara tumpukan tugas, kegiatan, dan pekerjaan rumah untuk selalu membuat diri menjadi dewasa. Aku selalu membayangkan mampu menuliskan ini semua di tempat yang tenang. Ah ya bayangkan saja. Disebuah kursi taman kota yang sedang dibasuh langit malam dengan bulan dan bintang-gemintangnya. Angin yang menampar halus wajah sambil sesekali menerbangkan daun-daun kering di jajaran pepohonan. Boleh juga ditemani segelas jus lemon dengan potongan daun mint disana. Kau benar aku tidak terlalu menyukai susu ataupun kopi untuk jadi teman.

Dulu ketika aku merasa hidupku sudah seberisik jalan raya, selain curhat pada Tuhan, aku suka pergi mengendarai sepeda motor kemanapun jalannya. Hanya sekedar menikmati hiruk-pikuk jalanan Kota Malang, mengamati rambu-rambu lalu lintasnya, atau sesekali sengaja betul memperhatikan pedagang-pedagang asongan di tepi jalan, atau wajah-wajah lelah sehabis seharian kuliah ataupun bekerja. Rasanya cara itu membuat aku mampu memikirkan banyak hal. Mengurai benang-benang kusut yang ruwet di kepala.

Kau boleh protes membual soal; perempuan suka melamun ketika di jalan. Membuat kesal dengan pengemudi lain yang sibuk memencet klakson karenanya. Tapi bagi sebagian perempuan jalan raya adalah tempat bagi ia untuk meluruskan pikiran. Bukan pikiran kosong tentunya. Pikiran yang sudah melebihi dari kapasitas daya tampungnya.

Dari hari yang bisingnya seberisik jalan raya kota. Ketika tidur adalah satu-satunya cara kita tidak memikirkan apapun yang ada di dunia ini. Ah tidak juga! Dalam beberapa situasi hal itu juga masuk kedalam mimpi. Akan selalu indah memiliki waktu untuk menulis semuanya. Menulis betapa hidup membuat kita kadang membuat kita ingin menyerah. Kalimat “Allah plis aku udah gatau lagi gimana cara bertahan setelah ini.” nyatanya sampai dititik ini tetap mampu bernapas.  Kalimat “Allah aku udah ga kuat lagi.” nyatanya bisa juga bertahan sampai saat ini.

Aku selalu membayangkan hidup yang teduh. Yang tidak berisik. Yang tidak dipenuhi dengan tuntutan-tuntutan dari rutinitas yang bosan dan pening. Tapi ah ya. Dewasa adalah sesuatu yang mahal bukan? Rentetan-rentetan peristiwa yang dibebankan pada kita saat ini pasti ada maksud yang lain, yang akan kita hadapi di masa depan nanti.

Aku hanya ingin berterima kasih pada Allah yang sudah menguatkan sampai dititik ini. juga ingin berterima kasih pada diriku yang sudah mau tetap berjuang bersama, meraba garis kehidupan yang belum pernah dilalui sebelumnya. Lelah ya? Ingin berhenti ya? Ingin cukup ... seharusnya. Tapi nyatanya kita tetap berjalan. Walaupun kadang tertatih dan terluka. Atau menemui bahagia dan tawa.

Dari hariku yang seberisik jalan raya. Aku juga ingin berterima kasih pada saudaraku, muslim di Palestina sana. Terima kasih sudah hadir untuk menguatkan. Menjadi pembanding yang selalu mendatangkan pembelajaran akan rasa sabar dan syukur walau kadang tak mudah membersamainya. Setidaknya aku masih berada di belahan bumi yang tenang. Yang membuat aku mampu menuliskan apapun yang ingin aku tulis tanpa ada ketakutan akan rudal-rudal atau pesawat tanpa awak yang jatuh menimpa.

Pada masa kehidupan ini kita hanya butuh hati yang lebih banyak berdo’a. Raga yang lebih banyak berusaha. Wajah yang mampu menyembunyikan apa yang terjadi dalam hati secara rapi dan indah. Telinga yang tak selalu mendengar apa yang orang lain katakan tentang kita.

Mungkin hari kita bisa seberisik jalan raya disebuah kota metropolitan. Tapi kita selalu punya pilihan untuk meneduhkan diri. Dan kita punya tempat pulang yang indah. Bersimpuh padaNya. Atau sekedar diam menikmati ciptaan-Nya. Sebagaimana kita bisa sampai dititik ini. Tentu bukan hal mustahil kita bisa sampai dititik yang lain bukan?

Dah lah ya. Sampe sini dulu. Selamat malem. Jangan lupa bobok. Sering begadang  ga baik loh.


 

 

Komentar

Postingan Populer