Laki-Laki Teduh

idntimes.com


Ini kisah tentang sosok laki-laki yang begitu aku kagumi dalam hidup. Jika cinta ada nomornya. Maka mungkin dia adalah cinta yang pertama. Dia adalah purnama yang sinar teduhnya dulu sering kurangkai dalam sajak-sajak. Dia adalah angin sisik bulan Januari yang dengannya aku titipkan rindu lewat kata yang menyampaikan betapa aku mencintainya.

Perjalanan hidup membuat aku dan dia seringnya terpisah jarak. Tentang takdir yang menggariskannya, butuh waktu dan perjalanan hidup yang dengannya aku mampu menerimanya. Menerimanya yang jauh. Menerima perasaan rindu yang datang seringnya tak kenal waktu.

Dia adalah alasan mengapa aku ingin menerbitkan senyum dibibirnya dalam kesempatan berpijakku. Dia adalah alasan ketika pelukan adalah hal yang paling dirindukan. Ibarat rumah. Aku selalu merasa aman disana. Ibarat sinar matahari yang menyentuh sopan ilalang-ilalang berembun, aku selalu merasa hangat bersamanya. Diadengan keindahannya adalah sebaik-baik tempat pulang.

Perjalanan hidup membuat aku mengerti. Tentang cintanya yang begitu besar. tentang pengorbanannya yang begitu mengagumkan. Tentang do’a-do’a yang dipanjatkan pada Tuhan tentang hidupku yang terpisah jauh dengannya.

Dalam titik lelah hidup aku bertanya padanya, ‘Bagaimana ia bisa begitu kuat menjalani hari-hari yang larut setiap harinya?’ lantas dia menjawabnya sambil tersenyum dengan jawaban yang sederhana, “Sebab ketika aku menemukan senyummu. Semua lelah itu luruh.”

Jawaban itu sederhana. Namun membuatku ingin memberinya senyum terbaikku padanya jika ada kesempatan bertemu.

Aku tidak pernah tahu. Apakah aku sudah menjadi sosok yang membuatnya bahagia. Apakah apa yang aku miliki mampu menerbitkan segaris senyum itu dibibirnya. Aku hanya ingin menjadi perempuan yang selalu bisa menjaga amanahnya. Tidak berkhianat dari cintanya yang tak terbatas. Yang dengannya ia basuh waktu untuk merawat. Sampai sini mungkin kalian paham. Siapa laki-laki teduh yang kumaksud di untaian kata yang diberi ruang bicara. Kau benar. Itu adalah laki-laki yang kupanggil Papa.

Laki-laki itu selalu berkisah tentang hidupnya dulu yang keras. Mimpi-mimpi besarnya. Kisah-kisah pengorbanannya yang selalu ditutup dengan kalimat ‘Aku tidak pernah mengharapkan apa-apa darimu, Nak’ Ah. Sebuah kalimat pembuktian ketulusan yang sempurna membuat hatiku luluh-lantak. Dia hanya minta dido’akan. Dia hanya minta aku belajar agama yang dibawa nabi utusan-Nya.

Laki-laki itu adalah jendela yang membuka wawasanku tentang dunia. Ia tak pernah keberatan menjelaskan apapun. Ketika dulu kecil pemandu wisata lumpur lapindo kesal karena aku sibuk bertanya darimana lumpur dengan suhu tinggi ini  bisa muncul, , maka Papa akan dengan sabar menjelaskannya. Walaupun ujungnya aku manggut-manggut sok paham.

Ketika ada kawanan burung onta yang berkeliaran ketika ada kesempatan mengunjungi taman safari misalnya, maka beliau akan menjelaskan tentang betapa hebat kualitas larinya dengan struktur badan yang dirancang Tuhan sedemikian rupa. Ketika aku ketakutan dengan pengumuman pramugari pesawat yang mengumumkan cuaca buruk pada penumpang, maka Papa justru menjelaskan tentang fungsi baling-baling kipas dalam setiap sayap pesawat.

Bahkan ketika pertama kalinya aku ikut lomba esai saat kuliah, beliau dengan senang hati memberi referensi terkait tema lengkap dan format tulisan utuh yang sempurna. Hingga ketika orang membaca hasil risetnya yang kucantumkan di esai muncul pertanyaan; “Ayah Mbak Fara guru, ya?” Haha. Nggak. Aku juga heran darimana wawasan luas itu muncul darinya.

Tentang laki-laki teduh itu entah bagaimana bisa membalas pengorbanannya yang begitu utuh. Laki-laki yang selalu menasehati untuk sabar terhadap apapun yang kita lewati dalam hidup. "Ingat nduk. Apapun kisah yang kau jalani dalam fase hidup. Maka sesungguhnya itu adalah pelajaran yang akan terpakai dalam fase selanjutnya hidupmu."

Tentang laki-laki teduh itu. Semoga Allah mencintainya dengan kecintaan-Nya. Sebab cintaku tak akan mampu mengalahkan besarnya cinta Tuhan pada hamba-Nya. Semoga Allah senantiasa memeluknya dengan kasih sayang dan rahmat, sebab tanganku tak sampai merengkuhnya. Semoga kebaikan, rezeki, kesehatan, hidayah, dan kebahagiaan sejalan dengan usianya yang semoga panjangnya menambah setiap inci kebaikan. Semoga setiap rindu membawa pada pahala dan pertemuan kembali di surga-Nya.

Dari kata yang tak mampu melukiskan betapa aku mencintainya. Laki-laki teduh yang kupanggil Papa ...

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer