Tulisan Untuk Diri Sendiri (Eps. 03)
# Me Time yang HQQ
Pagi yang
kesekian kali. Lagi-lagi tanpa sambungan internet. Tapi kali ini sudah bodo
amat. Maksudnya, kalau emang ada, alhamdulillah. Kalau emang masih belum, mari
kita lakukan aktivitas lain selagi nggak ada sambungan internet yang juga
otomatis terkoneksi dengan tugas, kewajiban, amanah, dan embel-embel lainnya.
Hmm ... hari ini kabarnya ada
demonstrasi besar-besaran. Sampai sambungan telepon dan sms biasa lagi-lagi
diputus. Tapi menakjubkan saja melihat dari rooftop
asrama kelengangan jalanan dengan satu-dua kendaraan saja yang melintas.
Tuh kan, apa aku bilang, bumi bernama Sudan ini sejujurnya menakjubkan. Ibu
Kota negeri mana yang bisa memberlakukan kelengangan seperti ini? Tanpa
hiruk-pikuk disalah satu potongan bumi yang aku nikmati. Begitu tenang.
Mendamaikan. Tanpa kepadatan yang menyesakkan.
Matahari sudah
mulai lumayan terik. Aku membawa satu buku yang aku baca, belum tamat-tamat,
tentang 288 Dosa yang Sering Diremehkan Wanita. Membacanya, tenggelam,
tertampar, dan terus membalik-balik halaman-halaman itu setiap hari.
Pagi ini dengan
kelengangan Khartoum karena demonstrasi itu, aku tiba-tiba menyadari sesuatu.
Lagi. Satu hal lagi. Setelah perenungan menatap buku, melihat burung-burung
yang terbang tanpa beban di langit biru yang bersih tanpa awan, melihat jalanan
yang lengang, dan bangunan stadion yang tidak beroperasi karena terkendala
dana, katanya.
Dulu, aku
bertanya pada Tuhan. Kapan aku punya satu
waktu atau satu hari tanpa schedule? Tanpa tanggungan-tanggungan? Bersih hari
itu terserah aku mau melakukan apapun sesukaku.
Hari-hari sibuk
yang membuatku bangun kadang dengan setengah mengeluh. Menatap jam.
Memperkirakan apa yang bisa aku lakukan untuk menyayangi diriku diantara
aktivitas itu. Dan aku hanya punya satu opsi; tidur. Dan jadilah diantara
jadwal-jadwal itu, waktu tidur, entah pada waktu atau tidak pada waktunya
adalah sebuah me time paling
menyenangkan untukku. Senang rasanya satu waktu yang membuat kita terputus
dengan ‘dunia nyata’ dan menjadi apapun yang diberikan alur mimpi pada kita.
Dan, dan, dan
... aku juga pernah diam-diam bertanya pada Tuhan, bagaimana caranya menghilang
sebentaar saja tanpa perlu meninggalkan kewajiban? Maksudku, sebentar saja,
tidak terkoneksi dengan sosial media. Karena sebagian besar tugas bercokol
disana. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana bisa?
Okee dan aku
menemukan satu hal yang bisa aku syukuri dipemutusan internet ini. AKU BISA
ME-TIME SECARA HQQ, YA TUHAN ...
Aku ingin semua
kembali berjalan normal. Termasuk andaikan aku harus kembali ke dunia
‘hiruk-pikuk’ yang padat. Tapi mungkin pemutusan ini memberi kesempatan
untukku. Memberiku DP liburan setelah beberapa hari yang lalu sakit mata
menatap mudzakiroh dan sakit kepala karena harus rapat sampai petang, walaupun
dilakukan secara sukarela, setiap manusia selalu butuh waktu istirahat.
Dan aku
berterima kasih pada Tuhan yang memberiku kesukaan me time dengan #dirumahaja.
Banyak orang diluar sana perlu budget berlebih
untuk merayakan me time mereka dengan
travelling ke suatu tempat, membeli
makanan di kafe atau restoran mahal, menatap outlet-outlet fashion di pusat perbelanjaan, dan segala macamnya, aku justru
merasa, bahwa, me time hqq-ku adalah
di rumah. Atau ke warung bakso Pak Sis/Bu Rumi sih, cuman itu bisa dialihkan.
Wkwk.
Aku suka saja
bangun dengan satu hari dan menyadari bahwa aku bisa mengatur aku ingin
melakukan apa aja waktu itu. Hal yang sebenarnya ada sisi negatifnya, karena
itu berarti aku juga tipe orang yang mudah bosen dengan pembelajaran terschedule. Contohnya kuliah. Beda
ketika aku bebas mengatur apapun yang mau aku lakukan hari itu.
Dan tadi pagi,
sambil tersenyum bahagia, aku mulai mencoret-coret kertas post it berwarna kuning yang terselip di buku yang aku baca. Kuiisi
disitu apa aja yang akan aku lakukan. Mulai dari buku apa aja yang ingin aku
baca hari itu. Ada tiga buku utama; buku aqidah, buku siroh nabawiyah, buku
dosa-dosa wanita itu. Yang akan bertambah kalau tiba-tiba aku menemukan buku di
rak bukuku dan mencomotnya asal. Atau menemukan file novel di laptopku dan
tiba-tiba saja membaca sampe lupa lihat jam.
Aku juga
menulis, target, tidak muluk-muluk, misal target murajaah hafalan yang karena
tersebab malas dan banyaknya maksiat hingga ia berlari seperti tunggangan yang
dilepas tali kekangnya. Mengsedihnya.
Aku juga
menargetkan menulis blog ini setiap hari. Yang aku kasih judul TULISAN UNTUK
DIRI SENDIRI. Dan dirangkum dari episode-episode. Setelah biasanya hanya
menulis karena jadwal tulisan di El-Nilein, duh kenapa jadi kangen yak, kalau
disebut-sebut. Dasar rindu. Udah tau sakit, muncul aja. Dan oh ya, blog ini,
adalah tempat dimana seorang aku yang kadang ‘gengsian dikit’ buat curhat bisa
lebih jujur aja nulis. Bener-bener menulis apa yang aku mau. Masa bodoh dengan
seabrek kaidah penulisan ini-itu atau komentar orang yangg punya hak untuk
menjulid tulisanku. Overall terserah. Tulisan
disini adalah untuk diriku sendiri. Tapi kalau mau julid, boleh kok, boleh. Eh
tapi siapa juga ya yang mau baca nih tulisan? Wkwk. Sedikit diragukan.
Schedule yang
belum terencana adalah, aku pengen ngadain murajaah dars sama temenku yang terkenal suka dars. Hmm ... suka insecure
sejujurnya sama orang-orang model kek begitu. Jadi daripada insecure sekalian
aja mengakui kebodohan diri sendiri itu dengan belajar. Cuman ya itu kenapa ya
sering ketemu orangnya tapi ngomong aja nggak jadi-jadi. Astahfirullah.
Percaya atau
nggak, aku nulis ini ditemeni suara merdunya cowo euy. Syekh Sa’ad Al-Ghamidi.
Kadang aplikasi Al-Qur’an yang bikin kita bisa seolah ditahsin langsung karena
ayatnya bisa disetel berulang-ulang itu, bikin muncul pertanyaan nggak masuk
akal, aneh, “Syekhnya kasihan ya, ngulang-ngulang ayatnya, tapi gw belum
apal-apal juga.” Maksudnya jadi nggak sadar kalau itu setelan aplikasi qur’an
gitu lo, soalnya saking diulang-ulangnya kek malah ditahsin ekslusif sama
beliau. Hiks terharunya aku dengan imajinasi nggak benerku. Semoga semoga
semoga kesampean beneran deh. Asli ngefans banget. Pokoknya internet smg cepet
ada biar bisa download full suara beliau.
Oke intinya, wahai
diri sendiri, mengutip perkataan Ibnu Adi, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalm bersabda, “Malam dan siang adalah tunggangan,
perlakukan perjalananmu menuju akhirat dengan
baik, jangan menunda-nunda, sesungguhnya kematian itu datang secara tiba-tiba
jangan sampai salah seorang di antara kalian terbuai dengan kemurahan Allah, sesungguhnya surga dan
neraka itu lebih dekat kepada kalian daripada tali sandalnya.”
Dari perkataan
Nabi tersebut, mari kita isi ketiadaan internet ini dengan hal-hal yang
produktif. Dalam buku 288 dosa wanita, disebutkan, bahwa nikmat Allah itu
berada di waktu. Jadi entah ada
internet atau nggak, kita tetep bisa memodifikasi hidup untuk bisa tetep
bermanfaat. Setidaknya kalau tidak bisa untuk orang lain, jangan atuh melukai
diri sendiri.
Kalau RA. Kartini aja bisa ngasilin banyak
karya waktu dia dipingit, Buya Hamka bisa ngasilin tafsir Al-Azhar waktu
ditahan, dan wutt bapak bangsa Bung
Karno nyusun pledoi ‘Indonesia Menggugat’ didalam tahanan yang memantik
semangat rakjat-rakjat Indonesia boeat
merdeka, atau kerennya Bung Hatta menyusun karya ‘Indonesia Vrij’ untuk
membela diri di sidang yang ada di Den Haag, Belanda. Ya kali gess, masa yang
cuma diputus internetnya aja cuman lulus dengan predikat rebahan. Bosen nggak
si?
Katanya, hati
kita itu punya tuan. Dan tuan itu adalah Penciptanya. Maka kebahagiaannya juga
ada ditangan ‘Sang Tuan’. Coba sedikit demi sedikit lakukan amalan yang membuat
ridho Pemiliknya. Semoga kebahagiaan, hqq, jadi jatuh juga, melebur dihatimu,
dan ... diam disana.
Fa’ala Yaf’ulu. I love u, buat diriku.
Komentar
Posting Komentar